Kamis, 30 Juli 2009

Kenikmatan RASA SYUKUR



"AKU TAK SELALU MENDAPATKAN APA YANG KUINGINKAN, OLEH KARENA ITU AKU SELALU MENYUKAI APAPUN YANG AKU DAPATKAN".

Kata-kata diatas merupakan wujud syukur. Syukur merupakan kualitas hati yang terpenting. Dengan bersyukur kita akan senantiasa diliputi rasa damai, tentram dan bahagia. Sebaliknya, perasaan tak bersyukur akan senantiasa membebani kita. Kita akan selalu merasa kurang dan tak bahagia. Kita sulit bersyurkur karena, kita sering memfokuskan diri pada apa yang kita inginkan, bukan pada apa yang kita miliki (atau yang kita butuhkan). Katakanlah anda telah memiliki sebuah rumah, kendaraan, pekerjaan tetap, dan pasangan yang terbaik. Tapi anda masih merasa kurang.
Pikiran anda dipenuhi berbagai target dan keinginan. Anda begitu terobsesi oleh rumah yang besar dan indah, mobil mewah, serta pekerjaan yang mendatangkan lebih banyak uang.
Kita ingin ini dan itu. Bila tak mendapatkannya kita terus memikirkannya. Tapi anehnya, walaupun sudah mendapatkannya, kita hanya menikmati kesenangan sesaat. Kita tetap tak puas, kita ingin yang lebih lagi.
Jadi, betapapun banyaknya harta yang kita miliki, kita tak pernah menjadi "KAYA" dalam arti yang sesungguhnya. Mari kita luruskan pengertian kita mengenai orang ''kaya''. Orang yang "kaya" bukanlah orang yang memiliki banyak hal, tetapi orang yang dapat menikmati apapun yang mereka miliki. Tentunya boleh-boleh saja kita memiliki keinginan, tapi kita perlu menyadari bahwa inilah akar perasaan tak tenteram. Kita dapat mengubah perasaan ini dengan berfokus pada apa yang sudah kita miliki. Cobalah lihat keadaan di sekeliling Anda, pikirkan yang Anda miliki, dan syukurilah. Anda akan merasakan nikmatnya hidup. Pusatkanlah perhatian Anda pada sifat-sifat baik atasan, pasangan, dan orang-orang di sekitar Anda. Mereka akan menjadi lebih menyenangkan. Seorang pengarang pernah mengatakan, ''Menikahlah dengan orang yang Anda cintai, setelah itu cintailah orang yang Anda nikahi.'' Ini perwujudan rasa syukur. Ada cerita menarik mengenai seorang kakek yang mengeluh karena tak dapat membeli sepatu, padahal sepatunya sudah lama rusak. Suatu sore ia melihat seseorang yang tak mempunyai kaki, tapi tetap ceria. Saat itu juga si kakek berhenti mengeluh dan mulai bersyukur. Hal kedua yang sering membuat kita tak bersyukur adalah kecenderungan membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain. Kita merasa orang lain lebih beruntung. Kemanapun kita pergi, selalu ada orang yang lebih pandai, lebih tampan, lebih cantik, lebih percaya diri, dan lebih kaya dari kita. Rumput tetangga memang sering
kelihatan lebih hijau dari rumput di pekarangan sendiri. Ada cerita menarik mengenai dua pasien rumah sakit jiwa. Pasien pertama sedang duduk termenung sambil menggumam, "Lulu, Lulu". Seorang pengunjung yang keheranan menanyakan masalah yang dihadapi orang ini. Si dokter menjawab, "Orang ini jadi gila setelah cintanya ditolak oleh Lulu." Si pengunjung manggut-manggut, tapi begitu lewat sel lain ia terkejut melihat penghuninya terus menerus memukulkan kepalanya di tembok dan berteriak, "Lulu, Lulu". "Orang ini juga punya masalah dengan Lulu ?" tanyanya keheranan. Dokter kemudian menjawab, "Ya, dialah yang akhirnya menikah dengan Lulu".
Hidup akan lebih bahagia kalau kita dapat menikmati apa yang kita miliki. Karena itu bersyukur merupakan kualitas hati yang tertinggi. Saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan cerita mengenai seorang ibu yang sedang terapung di laut karena kapalnya karam, namun tetap berbahagia. Ketika ditanya kenapa demikian, ia menjawab, "Saya mempunyai dua anak laki-laki. Yang pertama sudah meninggal, yang kedua hidup ditanah seberang. Kalau berhasil selamat, saya sangat bahagia karena dapat berjumpa dengan anak kedua saya. Tetapi kalaupun mati tenggelam, saya juga akan berbahagia karena saya akan berjumpa dengan anak pertama saya di surga". Bersyukurlah! Bersyukurlah bahwa kamu belum siap memiliki segala sesuatu yang kamu inginkan. Seandainya sudah, apalagi yang harus diinginkan? Bersyukurlah apabila kamu tidak tahu sesuatu. Karena itu memberimu kesempatan untuk belajar. Bersyukurlah untuk masa-masa sulit. Di masa itulah kamu tumbuh. Bersyukurlah untuk keterbatasanmu. Karena itu memberimu kesempatan untuk berkembang. Bersyukurlah untuk setiap tantangan baru. Karena itu akan membangun kekuatan dan karaktermu. Bersyukurlah untuk kesalahan yang kamu buat. Itu akan mengajarkan pelajaran yang berharga. Bersyukurlah bila kamu lelah dan letih. Karena itu kamu telah membuat suatu perbedaan. Mungkin mudah untuk kita bersyukur akan hal-hal yang baik.

Hidup yang berkelimpahan datang pada mereka yang juga bersyukur akan masa surut. Rasa syukur dapat mengubah hal yang negatif menjadi positif. Temukan cara bersyukur akan masalah-masalahmu dan semua itu akan menjadi berkah bagimu.

Selasa, 28 Juli 2009

Perasaan or Logika


Perasaan or Logika??

Masih teringat betul di telinga gue tentang perkataan peramal di semarang, saat itu gue bertiga sama teman gue sebenarnya hanya iseng aja tuk datang ke Kelenteng Sam Poo Kong, disana teman2 gue nanya mengenai jodoh dan peramal itu mengibaratkan seorang bayi dimana jika bayi biasanya merasakan sesuatu itu menggunakan perasaan atau logika? Saat itu gue berpikir dan menjawab bayi menggunakan perasaanlah karena karena seorang bayi mana mungkin punya logika. Peramal itu membenarkan jawaban gue dan dia bilang bahwa yang kita tanyain semua ada di jawaban gue tadi.

Tapi gue gak terima dengan jawaban peramal itu, akhirnya gue minta penjelasan ke dia tentang dasar kenapa harus perasaan dan logika yang berhubungan dengan jodoh? Dan peramal itu dengan bijaksana menjawab : “kalo kalian berkenalan dengan seseorang apa yang kalian rasakan, misalnya pas di bis ada orang yang keliatan serem dan bertingkah aneh terus melihat gelagat seperti itu apa yang kalian rasakan?” Tanya peramal itu “yang pasti dia mau nyopet kali pak” jawab gue “ itu menurut perasaan kalian atau logika” Tanya balik peramal itu “yach logika donk pak dia kan serem dan bertingkah aneh klo bukan copet siapa lagi” jawab gue aneh “tapi gak semuanya copet seperti itu kan dan ada kala pas kita liat orang dengan pakaian necis tapi perasaan kita mengatakan dia tidak baik bukan?” balik Tanya peramal dan gue menganggukkan pertanyaan itu “sekarang saya balik Tanya dari pernyataan saya mana yang benar-benar terbukti bahwa dia adalah copet” jelas peramal dan gue bertiga langsung jawab “mungkin yang berpakaian necis pak yang copet” jawab kita “nah kalian tau jawabannya apa” jelas lagi tuh peramal.

Tapi tetap aja gue gak puas akhirnya peramal itu nyerah juga dia jelasin ke kita bahwa :

Jodoh itu sudah ada yang mengatur tinggal kita bisa merasakannya atau tidak, bagaimana merasakannya yach itu dengan menggunakan perasaan tetapi perasaan tidak akan kita rasakan jika kita menggunakan logika dan satu cara biar perasaan itu muncul dengan membuka pintu hati kita maka kita akan merasakan perasaan yang ada.

JADI untuk menemukan jodoh itu itu lo harus membuka pintu hati agar lo bisa merasakan perasaan siapa yang mencintai lo tapi jangan pernah pake logika karena sampai kapanpun jodoh lo gak akan ketemu karena logika itu tidak akan dapat mendeteksi dimana jodoh lo berada ada juga logika itu hanya mendeteksi keinginan jodoh seperti apa yang lo harapkan…maka itu gunakanlah perasaan lo lebih banyak daripada logika tuk dapatin jodoh yang lo inginkan…

Maka itu…….Yuksss….kita sama-sama belajar untuk membuka pintu hati agar kita mendapatkan jodoh yang telah ditentukanNYA. Amin… ^__^

Jumat, 24 Juli 2009

Pasir dan Batu

Pasir dan Batu

Oleh : Irfan Toni Herlambang

A da dua orang pengembara sedang melakukan perjalanan. Mereka tengah melintasi padang pasir yang sangat luas. Sepanjang mata memandang hanya pasir yang membentang. Jejak-jejak kaki mereka meliuk-liuk di belakang. Membentuk kurva yang berujung di setiap langkah yang mereka tapaki. Debu-debu pasir yang beterbangan memaksa mereka berjalan menunduk.

Tiba-tiba badai datang. Hembusannya membuat tubuh dua pengembara itu limbung. Pakaian mereka menggelepak, menambah berat langkah mereka yang terbenam di pasir. Mereka saling menjaga dengan tangan berpegangan erat. Mereka mencoba melawan ganasnya badai.

Badai reda. Tapi, musibah lain menimpa mereka. Kantong bekal air minum mereka terbuka saat badai tadi. Isinya tercecer. Entah gundukan pasir yang mana yang meneguknya. Kedua pengembara itu duduk tercenung , menyesali kehilangan itu. “Ah..., tamatlah riwayat kita,” kata seorang diantara mereka, kita sebut saja pengembara pertama. Lalu ia menulis di pasir dengan ujung jarinya. “Kami sedih. Kami kehilangan bekal minuman kami di tempat ini.”

Kawannya, si pengembara dua pun tampak bingung. Namun, mencoba tabah. Membereskan perlengkapannya dan mengajak kawannya melanjutkan perjalanan. Setelah lama menyusuri padang pasir, mereka melihat ada oase di kejahuan. “Kita selamat,” seru salah seorang diantara mereka. “Lihat, ada air di sana. “

Dengan sisa tenaga yang ada, mereka berlari ke oase itu. Untung bukan fatamorgana. Benar-benar sebuah kolam. Kecil tapi airnya cukup banyak. Keduanya pun segera minum sepuas-puasnya dan mengisi kantong air.

Sambil beristirahat, pengembara pertama mengeluarkan pisau genggamnya dan memahat di atas batu. “Kami bahagia. Kami dapat melanjutkan perjalanan karena menemukan tempat ini.” Itu kalimat yang dipahatnya.

Pengembara kedua heran,” Mengapa engkau kini menulis di atas batu, sementara tadi kau menulis di pasir ?”

Yang ditanya tersenyum. “Saat kita mendapat kesusahan, tulislah semua itu di pasir. Biarkan angin keikhlasan membawanya jauh dari ingatan. Biarkan catatan itu hilang bersama menyebarnya pasir ketulusan. Biarkan semuanya lenyap dan pupus,” jawabnya dengan bahasa cukup puitis.

“Namun, ingatlah saat kita mendapat kebahagiaan. Pahatlah kemuliaan itu di batu agar tetap terkenang dan membuat kita bahagia. Torehlah kenangan kesenangan itu di kerasnya batu agar tak ada yang dapat menghapusnya. Biarkan catatan kebahagiaan itu tetap ada. Biarkan semuanya tersimpan.”

Kedunya bersitatap dalam senyum mengembang. Bekal air minum sudah didapat, istirahatpun sudah cukup, kini saatnya untuk melanjutkan perjalanan. Kedua pengembara itu melangkah dengan ringan, seringan angin yang bertiup mengiringi.

Teman, kesedihan dan kebahagiaan selalu hadir. Berselang-seling mewarnai panjangnya hidup ini. Keduanya mengguratkan memori di hamparan pikiran dan hati kita. Namun, adakah kita bersikap seperti pengembara tadi yang mampu menuliskan setiap kesedihan di pasir agar angin keikhlasan membawanya pergi ? Adakah kita ini sosok tegar yang mampu melepaskan setiap kesusahan bersama terbangnya angin ketulusan ?

Teman, cobalah untuk selalu mengingat setiap kebaikan dan kebahagiaan yang kita miliki. Simpanlah semua itu di dalam kekokohan hati kita agar tak ada yang mampu menghapuskannya. Torehkan kenangan bahagia itu agar tak ada angin kesedihan yang mampu melenyapkannya. Insya Allah, dengan begitu kita akan selalu optimis dalam mengarungi panjangnya hidup ini.